Duniaku

Duniaku
Indahnya Duniaku

Views :

Selasa, 13 Desember 2016

MAKALAH : KETERAMPILAN BERBICARA BERDASARKAN KECEMASAN PESERTA DIDIK



BAB I
PENDAHULUAN


1.1.  Latar Belakang
Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi dalam rangka memenuhi sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia. Seseorang yang mempunyai keterampilan berbahasa yang memadai akan lebih mudah menyampaikan dan memahami informasi baik secara lisan maupun tulisan. Menurut Harris (dalam Tarigan, 2008: 1)
Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya (Tarigan, 2008: 86). Akan tetapi masalah yang terjadi di lapangan adalah tidak semua siswa mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Oleh sebab itu, pembinaan keterampilan berbicara harus dilakukan sedini mungkin. Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh setiap siswa karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di sekolah. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara siswa. Siswa yang tidak mampu berbicara dengan baik dan benar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di semua mata pelajaran.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan,  manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya (Gerungan, 2004). Hal ini berarti bahwa manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Terdapat kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi individu dalam berhubungan dengan individu lain, Salah satunya adalah adanya kecemasan sosial. Menurut Hudaniah (2006), kecemasan sosial adalah perasaan tak nyaman dalam kehadiran individu lain, yang selalu disertai oleh perasaan malu yang ditandai dengan kejanggalan/ kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial. Salah satu bentuk interaksi sosial yang biasanya berusaha dihindari oleh individu adalah yang sering mendatangkan stress seperti berbicara di depan umum.
Berbicara di depan umum dapat menimbulkan kecemasan karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia memiliki kecenderungan terjadinya kecemasan. Kecemasan biasanya direfleksikan lewat kata-kata berupa keluhan dan menunjukkan sikap pesimis. Menurut Sigmund Freud dalam Urban (2007), apa yang sedang terjadi di dalam diri memiliki sebuah cara untuk tergelincir keluar secara verbal. Kata-kata ini terkadang tidak disadari akan memberi dampak negatif pada individu. Menurut Urban (2007), gambaran yang dihadirkan kata-kata itu ke dalam kepala manusia akan memiliki efek yang kuat terhadap cara berpikir dan berbicara. Kata-kata negatif tersebut akan menjadikan individu semakin tidak percaya diri dan secara tidak langsung membuat individu tidak berhasil melalui kegiatan tersebut. Ketakutan dan rasa pesimis akan mendominasi pikiran individu karena kekhawatiran akan penilaian individu lain.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hubungan keterampilan bicara dan kecemasan bicara
2.      Bagaimana mengatasi kecemasan berbicara pada peserta didik
3.      Bagaimana strategi yang tepat untuk mengatasi kecemasan bicara pada peserta didik.

1.3. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui hubungan keterampilan bicara dan kecemasan bicara
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi kecemasan berbicara pada peserta didik
3.      Untuk dapat mengetahui bagaimana cara menerapkan strategi untuk mengatasi kecemasan berbicara pada peserta didik




 
BAB II
KAJIAN TEORITIS


2.1. Pengertian Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan satu komponen menyampaikan pesan dan amanat secara lisan. Pembicara melakukan enkode dan memiliki kode bahasa untuk menyampaikan pesan dan amanat. Pesan dan amanat ini akan diterima oleh pendengar yang melakukan dekode atas kode-kode yang dikirim dan memberikan interpretasi. Proses ini berlaku secara timbal balik antara pembicara dan pendengar yang akan selalu berganti peran dari peran pembicara menjadi peran pendengar, dan dari peran pendengar menjadi peran  pembicara.
Berbicara berarti mengucapkan  kata atau kalimat kepada seseorang ,  atau kelompok orang lain, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan  informasi atau motivasi) (Hendrikus, 1995:14)


Baca :  


Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain (Djago Tarigan,  1998:12-13). Berbicara identik  dengan penggunaan bahasa secara lisan. Penggunaan bahasa secara lisan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah hal-hal sebagai berikut:  (1) pelafalan, (2) intonasi, (3) pilihan kata,  (4) struktur kata dan kalimat, (5) sistematika pembicaraan, (6) isi pembicaraan,  (7) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan, serta (8) penampilan (gerak-gerik), penguasaan diri.

2.2. Kecemasan Berbicara
Kecemasan berbicara adalah adanya rasa takut atau ragu yang terjadi pada seseorang karena tidak memiliki kepercayaan diri dan mental yang kurang siap. Kecemasan berbicara sering terjadi pada seseorang saat berpidato, persentase di depan kelas, ataupun ketika kamu melakukan pertunjukan seperti membaca puisi dan lain-lain.
            Anxiety atau kecemasan menurut Chaplin (2004) merupakan, (1) perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut; (2) Rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan; (3) Kekhawatiran atau ketakutan yang kuat akan meluap-luap; (4) satu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari. Sundari (2005) menyamakan antara kecemasan dan ketakutan. Ketakutan menurutnya merupakan bagian dari kehidupan  manusia.  Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan.
Sundari(2005) menyamakan kecemasan berbicara dengan ketakutan. Ketakukan menurutnya merupakan bagian dari kehidupan manusia. Kecemasan berbicara menurutnya adalah dimana keadaan yang menggoncangakan karana adanya ancaman terhadap suatu hal. Berarti rasa ketakutan dan kecemasan itu adalah hal yang sama namun seseorang yang merasakan kedua hal tersebut pastinya akan bisa membedakan dimana dia sedang merasa ketakutan atau pun sedang merasakan kecemasan berbicara.Karena situasi ketakutan dan kecemasan berbicara itu pasti akan berbeda.
Kecemasan berbicara, mempunyai makna yaitu keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan seseorang yang telah dipengaruhi oleh rasa cemas karena khawatir, takut dan gelisah (Tarigan,1998:80).
Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri di dalam lingkungan pada umumnya. Kecemasan timbul karena manifestasi perpaduan bermacam-macam proses emosi, misalnya individu sedang mengalami frustrasi dan konflik. Kecemasan yang disadari misalnya rasa berdosa. Kecemasan di luar kesadaran dan tidak jelas misalnya takut yang sangat, tetapi tidak diketahui sebabnya lagi (Sundari, 2005).
Pewujudan kecemasan dapat dilihat sebagai berikut ;
a.       Detak jantung yang cepat
b.      Telapak tangan atau punggung berkeringat.
c.       Nafas terengah-engah
d.      Mulut kering
e.       Ketegangan otot dada, tangan, leher dan kaki.
f.       Tangan atau kaki bergetar.
g.      Suara bergetar dan parau.
h.      Berbicara cepat dan tak jelas.
i.        Tidak sanggup mendengar atau tidak konsentrsi.
j.        Terkadang lupa apa yang mau disampaikan. ;
Menurut Psikolog, semua gejala ini adalah reaksi ilmiah. Artinya semua orang dapat mengalami. Orang mengalami kecemasan berbicara karena beberapa hal sebagai berikut:
1.      Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tahu bagaimana memulai pembicaraan. Ia tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar. Ia menghadapi sejumlah ketidakpastian.
2.      Orang menderita kecemasan berbicara  karena ia tahu akan dinilai. Berhadapan dengan penilaian membuat orang nervous. 
3.      Kecemasan berbicara dapat menimpa bukan pemula, bahkan mungkin orang-orang yang terkenal sebagai pembicara-pembicara yang baik. Ini terjadi bila pembicara berhadapan dengan situasi yang asing dan ia tidak siap.
Macam-macam Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Sundari (2005) menjelaskan tiga macam kecemasan, yaitu:
1.      Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah. Misalnya individu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya atau keyakinanya. Seorang pelajar/mahasiswa menyontek, pada waktu pengawas ujian lewat di depannya berkeringat dingin, takut diketahui.
2.      Kecemasan karena akibat melihat dan mengetahui bahaya yang mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki remnya macet, menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai penyebabkan.
3.      Kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas, apa yang ditakuti tidak seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/benda yang tidak berbahaya. Rasa takut sebenarnya suatu perbuatan yang biasa/ wajar kalau ada sesuatu yang ditakuti dan seimbang. Bila takut yang sangat luar biasa dan tidak sesuai terhadap objek yang ditakuti, sebenarnya merupakan patologi yang disebut phobia.

2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Berbicara
            Orang yang mengalami kecemasan berbicara dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
·         Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak tahu bagaimana untuk memulai pembicaraan. Ia tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar. Ia menghadapi sejumlah ketidakpastian atau ragu-ragu dalam menyampaikan presentasi dan sebagainya. Untuk membantu kita dari hal ini, kita dapat melakukan latihan seperti berbicara didepan cermin dan meminta bantuan kepada keluarga untuk mendengarkan kita berbicara dan pengalaman juga sangat menentukan kita dalam berbicara. Pengetahuan akan memberikan kepastian kepada kita untuk memulai, melanjutkan, dan mengakhiri pembicaraan. Kita dapat memastikan, atau paling tidak  menduga reaksi pendengarnya.
·         Ia tahu akan dinilai. Berhadapan dengan penilaian membuat orang nervous. Penilaian dapat mengangkat dan menjatuhkan harga diri kita. Tetapi umumnya kita memperhatikan yang kedua. Bagaimana bila kita dipermalukan orang?  Semua yang ditakutkan sebenarnya lebih banyak terdapat dalam diri kita dari pada dalam kenyataannya. Seandainya kita gagal dalam berbicara seperti menyamapikan pidato, persentasi, dan sebaginya harga diri kita tidak akan jatuh serendah itu. Apalagi berdasarkan pengalaman, kegagalan itu hanya terjadi pada percobaan-percobaan pertama saja dan itu akan dimaklumi oleh sipendengar, tetapi itu hanya diawal kita memasuki sekolah atau kuliah seperti memperkenalkan diri dan jika kita sudah mahir dalam berbicara didepan umum, kita tidak akan cemas lagi untuk berbicara didepan umum asalkan kita selalu berlatih dan terus berlatih. 
·         Situasi yang asing atau berbicara didepan orang baru yang tidak pernah kita temui. Situasi ini dapat dialami orang yang baru akan memasuki  pengalaman pertamanya dalam berbicara didepan banyak orang, bahkan mungkin orang-orang yang terkenal sebagai pembicara-pembicara yang baik.
·         Pengalaman masa lalu yang membuat seseorang menjadi trauma, dan tidak ada rasa percaya diri lagi untuk berbicara didepan umum (didepan orang banyak).
·         Statusnya lebih rendah, yang dimaksud dengan status lebih rendah adalah pembicara menyampaikan kepada sipendengar yang statusnya lebih tinggi. Misalnya yang menjadi pembicara adalah anak SMA dan sipendengar adalah Bupati yang dimaksud dalam ialah Ketika anak SMA tersebut mendapatkan nilai yang tertinggi dari anak yang lainnya atau ia ikut serta dalam olimpaiade antar kabupaten dan ia meraih juara pertama, ia berhak mendapatkan beasiswa berprestasi dari Bupati, disaat itulah ia menyatakan rasa terimakasihnya terhadap Bupati dan memberikan kata sambutan didepan orang banyak yang lebih tinggi statusnya dari si anak tersebut.
·         Takut jika ada kata-kata yang salah saat berbicara didepan banyak orang,dan kita takut akan dipermalukan dan ditertawakan oleh orang-orang banyak, atas kesalahan kata yang kita perbuat. Padahal itu belum tentu terjadi, hanya karena rasa takut kita yang berlebihan.
·         Seketika kita sering kehilangan gagasan dan kita sudah bingung untuk merangakai kata-kata yang ingin kita bicarakan.
Pengalaman masa lalu individu dapat menjadi sumber kecemasan sewaktu berbicara  di  muka  umum.  Adler  dan  Rodman  (1991)  menyebutkan  dua  faktor penyebab kecemasan   berbicara di muka umum, yaitu pengalaman   negatif di masa lalu dan pikiran tidak rasional.
a.       Pengalaman negatif masa lalu pada saat berbicara di muka umum dapat memunculkan kecemasan  kembali, jika individu harus melakukan hal yang sama di kemudian hari.  Misal, sering diejek jika berbicara di muka kelas oleh guru dan teman-temannya merupakan pengalaman yang dapat menjadikan kecemasan berbicara di muka umum
b.      Pikiran  tidak  rasional.  Kecemasan     berbicara  di  muka  umum  muncul  bukan karena peristiwa tersebut yang menjadikan cemas, melainkan kepercayaan dan keyakinan diri yang menjadi sumber kecemasan. Ellis (dalam Adler dan Rodman, 1991) mengidentifikasi pikiran tidak rasional sebagai buah pikiran yang keliru, yaitu kegagalan katastropik, kesempurnaan, persetujuan dan generalisasi tidak tepat. 1) Kegagalan katastropik berawal dari praduga terhadap situasi buruk yang akan mengancam dirinya, sehingga mengakibatkan kecemasan dan perasaan tidak mampu, 2) Kesempurnaan menjadi tujuan individu berpotensi melahirkan kecemasan, jika yang bersangkutan tidak mampu mewujudkan tujuan tersebut, 3) Persetujuan adalah   keyakinan individu untuk selalu mendapat persetujuan dari seluruh pendengar. 4) Generalisasi yang tidak tepat atau generalisasi berlebihan, yaitu pengambilan kesimpulan yang tidak berdasarkan fakta-fakta obyektif dan hanya menekankan pada pengalaman subyektif.
Kecemasan pada situasi komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, Croskey mengedepankan empat faktor yang menimbulkan kecemasan individu dalam situasi komunikasi (Devito dalam Aryuni, 2007), antara lain adalah:
1.      Kurangnya keahlian dan pengalaman dalam komunikasi. Ketika individu kurang atau bahkan tidak memilki kemampuan dan pengalaman dalam berkomunikasi maka individu akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, sehingga mengakibatkan timbulnya kecemasan.
2.      Evaluasi. Keadaan komunikasi dimana individu diberikan penilaian atau evaluasi dari proses komunikasinya tersebut akan cenderung menimbulkan perasaan cemas pada individu.
3.      Jumlah kelompok. Individu akan merasakan kecemasan yang lebih besar ketika ia berbicara pada kelompok yang lebih besar dibandingkan kelompok yang lebih kecil.
4.      Keberhasilan dan kegagalan sebelumnya. Kecemasan berkomunikasi timbul karena adanya pengaruh dari hal-hal yang terjadi di masa lalu berkaitan dengan situasi komunikasi. Keberhasilan individu dalan situasi komunikasi akan mengurangi kecemasan pada individu, sebaliknya kegagalan dalam situasi komunikasi akan meningkatkan kecemasan individu dalam berkomunikasi.

2.4.  Cara Mengatasi Kecemasan Berbicara
Ada dua metode Pengendalian kecemasan berbicara ;
a.       Metode jangka panjang, yakni ketika kita secara berangsur-angsur mengembangkan keterampilan mengendalikan kecemasan berbicara dengan tiga sebab yaitu: kurangnya pengetahuan tentang retorika, tidak adanya pengalaman dalam berpidato, dan sedikit atau tidak ada persiapan.
b.      Metode jangka pendek, yakni ketika kita harus segera mengendalikan keterampilan berbicara pada waktu menyampaikan pidato. Salah satu kondisi yang sering membuat cemas berbicara adalah berpidato. 3 prinsip penyampaian pidato, yaitu ;
1.      Pelihara kontak visual dan kontak mata dengan pendengar.
2.      Gunakan lambang-lambang auditif, atau usahakan agar suara anda memberikan makna.
3.      Berbicaralah dengan seluruh kepribadian anda.


Seseorang yang mengalami kecemasan berbicara saat di depan umun(banyak orang), terkadang merasa kesal sendiri. Seseorang bisa mencoba dengan hal-hal yang sederhana, dan jika ingin segera berhasil kamu harus sering melatihnya, yaitu dengan cara:
·            Mulailah sesuatu dengan berdoa, dan coba menarik nafas dengan tenang dan keluarkan dari mulut secara perlahan,Dan usahan kita tidak tergesa-gesa saat menarik nafas, buat diri kita tenang (rileks)terlebih dahulu. Dan harus kita pastikan bahwa audiens tidak melihat bahwa ada rasa grogi di wajah kita.
·            Ketika kita sedang berbicara didepan banyak orang jangan terlalu terburu-buru, buat jeda beberapa saat sebelum berbicara, agar kita bisa merasa lebih tenang.
·            Jika ingin berbicara didepan banyak  orang, kita harus menyiapkan materi kita secara matang, agar semuanya bisa berjalan dengan baik.
·            Usahakan kita jangan terlalau fokus oleh penampilan, kita harus lebih terfokus dengan apa yang akan kita bicarakan, itu sebabnya kita harus mengedepankan komunikasi kita dengan audiens,pastikan komunikasi kita dengan audiens lancar dan tidak terbebani dengan penampilan kita, harus percaya diri dengan tampilan kita saat didepan banyak orang.
·            Kita sebagai pembicara jangan terus berusaha untuk menghafal apa yang kita bicarakan, yang harus kita usahakan adalah inti dari tema yang ingin kita bicarakan, dan kita tinggal mengembangkannya dengan kata-kata kita sendiri, dan jangan lari dari tema yang ingin kita bicarakan. Karena jika kita menghafal keseluruhan yang ingin kita bicarakan itu akan membuat audiens merasa kalau kita hanya terfokus dengan hafalan kita saja, sedangkan kita berbicara di depan umum, dan itu sama saja kalau kita tidak bisa melihat ekspresi dari audiens, karena kita telalu sibuk dengan hafalan kita. Dan jika kita terus menghafal, justru malah akan membebani pikiran kita.
·            Dan kita bisa menggunakan alat-alat bantu di sekitar kita untuk menghilangkan kecemasan berbicara, misalnya kita bisa menggunakan sapu tangan, hanphone, kertas catatan kita dan lain-lain.
·            Buat diri kita selalu merasa bercaya diri dan selalu yakin bahwa apa yang kita sampaikan adalah suatu informasi bagus dan berkualitas, agar rasa itu tumbuh dalam diri kita tentunya kita harus membuat persiapan dengan baik saat kita ingin berbicara di depan umum(banyak orang).
·            Bagi kita yang ahli untuk membuat lelucon, kita bisa mencobanya saat pembukaan  ingin berbicara, kita bisa memancing audiens dengan mengajukan pertanyaan yang lucu, yang akan membuat reaksi audiens akan merasa senang, karena mereka merasa bahwa kita sebagai pembicara memusatkan perhatian kita pada mereka.Dan kita sudah pasti membuat pendengar merasa senang, dan kita bisa memulai berbicara dengan lebih rileks, karena sebelumnya kita sudah memulai pembukaan acara dengan keseruan. Dan itu akan membuat pembicara dan pendengar akan lebih santai lagi, dan terkhusus kita sebagai pembicara akan tidak terlalu cemas lagi.


2.5. Upaya meningkatkan keterampilan Berbicara Pada Peserta Didik
Ellis (lewat Numan, 1991: 46) mengemukakan adanya tiga cara untuk mengembangkan secara vertikal dalam meningkatkan kemampuan berbicara:
1.      Menirukan pembicaraan orang lain.
2.      Mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai.
3.      Mendekatkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri yang belum benar dan ujaran orang dewasa yang sudah benar.
Upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia di sekolah, dapat dilaksanakan program  sebagai  berikut :
1.      Guru menjadi model yang baik untuk dicontoh oleh siswa
Siswa sangat membutuhkan suatu model guru yang dalam berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.   Guru  hendaknya memberikan contoh konkret dengan keteladanan  dalam berbahasa. Agar siswa  dapat  menirukan  dan  melafalkan  kata  atau    kalimat dengan tepat sesuai kaidah yang berlaku.
2.      Menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Modeling The Way
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada keterampilan  berbicara bahasa Indonesia perlu menerapkan pendekatan Modeling The Way (membuat contoh praktik). Strategi ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui demonstrasi, dari hasil demonstrasi ini kemudian diterapkan dalam keseharian di sekolah, yaitu siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil, identifikasi beberapa situasi umum yang biasa siswa lakukan di ruang kelas dan  luar kelas dalam berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar, kemudian siswa mendemonstrasikan satu persatu dalam berbicara bahasa Indonesia.
3.      Adanya penilaian keterampilan berbicara bahasa Indonesia
Walaupun pelaksanaannya di luar kegiatan belajar mengajar tetapi guru harus mengadakan penilaian keterampilan berbicara pada  kesehariannya.  Penilaian ini akan menjadi motivasi bagi siswa untuk berusaha  mempraktikkannya  baik di dalam  kelas maupun di luar kelas.  Dengan   demikian  siswa  termotivasi  untuk  melakukan   perbuatan   yang  sama  bahkan berusaha   meningkatkannya.
4.         Sekolah Membuat Program ” Sehari Berbahasa Indonesia ”
Program sehari berbahasa di tiap  sekolah  merupakan  kondisi eksternal   yang efektif untuk mempraktikkan keterampilan berbahasa.

2.6.      Strategi pembelajaran yang digunakan dalam upaya meningkatkan keterampilan Berbicara Pada Peserta Didik
a)      Strategi Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berpikir
Kesempatan yang baik untuk mengembangkan keterampilan berbicara ialah pada tahap publikasi dalam proses menulis. Banyak anak yang senang mengubah karangannya dalam bentuk drama pendek yang diperankan dikelas. Sedangkan untuk meningkatkan keterampilan bepikir anak-anak ialah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepada mereka.
Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-murid memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal.
b)      Berpartisipasi dalam Diskusi
Diskusi kelompok merupakan teknik yang paling sering digunakan sebagai teknik pengembangan bahasa lisan yang menuntut kemampuan murid untuk membuat generalisasi dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai suatu topik atau permasalahan.

c)      Strategi pembelajaran berbahasa lisan dan penerapannya melaui  kegiatan bercerita dan dramatisasi kreatif
Berbicara merupakan keterampilan berbahasa lisan yang amat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berbicara kita dapat memperoleh dan menyampaikan informasi. Oleh sebab itu, setiap orang, lebih-lebih siswa, dituntut keterampilannya untuk mampu berbicara dengan baik.
Guru yang berpengalaman dan kreatif rasanya tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih strategi yang tepat untuk melaksanakan tugas itu. Agar strategi yang dipilih dan diterapkan dapat mencapai sasarannya perlu diperhatikan beberapa prinsip yang melandasi pembelajaran berbahasa lisan seperti berikut :
1.         Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mempunyai tujuan yang jelas yang diketahui oleh guru dan siswa.
2.         Pengajaran keterampilan berbahasa lisan disusun dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa.
3.         Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mampu menumbuhkan partisipasi aktif terbuka pada diri siswa.
4.         Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus benar-benar mengajar bukan menguji. Artinya, skor yang diperoleh siswa harus dipandang sebagai balikan bagi guru.
Agar pembelajaran berbahasa lisan memperoleh hasil yang baik, strategi pembelajaran yang digunakan guru harus memenuhi kriteria berikut :
1.   Relevan dengan tujuan pembelajaran.
2.   Menantang dan merangsang siswa untuk belajar.
3.   Mengembangkan kreativitas siswa secara individual ataupun kelompok.
4.   Memudahkan siswa memahami materi pelajaran.
5.   Mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
6.   Mudah diterapkan dan tidak menuntut disediakannya peralatan yang rumit.
7.   Menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan.
Beberapa strategi pembelajaran berbahasa lisan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) :
1.   Menjawab pertanyaan
Latihan menjawab pertanyaan secara lisan berdasarkan bahan simakan sangat menunjang pengembangan keterampilan berbahasa lisan siswa. Ada lima pertanyaan yang perlu disajikan guru, yaitu (a) siapa yang berbicara, (b) apa yang dibicarakan, (c) mengapa hal itu dibicarakan, (d) dimana hal itu dibicarakan, dan (e) bila hal itu dibicarakan. Dengan demikian, guru harus pandai memilih bahan simakan yang sesuai misalnya, dongeng atau cerita anak, sehingga kelima pertanyaan itu dapat diajukan.
2.   Bermain tebak-tebakan
Bermain tebak-tebakan dapat kita laksanakan dengan berbagai cara. Cara yang sederhana, guru mendeskripsikan secara lisan suatu bendatanpa menyebutkan nama bendanya. Tugas siswa menerka nama benda itu.
3.   Memberi petunjuk
Memberi petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau letak suatu tempat, memerlukan sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat. Siswa yang sering berlatih akan mendapat kesempatan yang luas untuk berlatih member petunjuk.
4.   Identifikasi kalimat topik
Guru membacakan sebuah paragraph siswa menuliskan kalimat topiknya.
5.   Main peran
Main peran adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan. Tujuannya adalah (a) melatih siswa untuk menghadapi situasi yang sebenarnya, (b) melatih praktik berbahasa lisan secara intensif, dan (c) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya berkomunikasi.
Dalam bermain peran, siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa berarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa yang sesuai.
6.   Bercerita
Bercerita menuntun siswa menjadi pembicara yang baik dan kreatif. Dengan bercerita siswa dilatih untuk berbicara jelas dengan intonasi yang tepat, menguasai pendengar, dan untuk berperilaku menarik.
Kegiatan bercerita harus dirancang dengan baik. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, jauh sebelumnya guru sudah meminta siswa untuk memilih cerita yang menarik. Setelah itu siswa diminta menghafalkan jalan cerita agar nanti pada pelaksanaannya, yaitu bercerita dihadapan pendengarnya, tidak mengalami kesulitan.
7.   Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa terlebih dahulu harus mempersiapkan naskah atau skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks daripada bermain peran. Melalui dramatisasi, siswa dilatih untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan.






BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Pengajaran keterampilan berbahasa lisan akan membawa hasil yang memuaskan apabila dilandasi dengan tujuan yang jelas, materi yang disusun secara sistematis, dan mampu menumbuhkan partisipasi aktif terbuka pada diri siswa serta kegiatan pembelajaran bukan pengujian.
Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-murid memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal.
Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri di dalam lingkungan pada umumnya. Kecemasan timbul karena manifestasi perpaduan bermacam-macam proses emosi, misalnya individu sedang mengalami frustrasi dan konflik. Kecemasan yang disadari misalnya rasa berdosa. Kecemasan di luar kesadaran dan tidak jelas misalnya takut yang sangat, tetapi tidak diketahui sebabnya lagi




DAFTAR PUSTAKA


Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Ahmad, Darmiyati Zuhdi. 1998/1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoret Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Rakhmat, Jalaluddin. 1992. ”Retorika Modern ; Pendekatan Praktis”. Bandung ;
Rosda Karya.

Tarigan,  H.G.  1980.  ”Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa”.  Bandung  ;
Angkasa





http://kuliahpgsdbjm2010.blogspot.co.id/2015/01/upaya-meningkatkan-keterampilan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar