BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi
dalam rangka memenuhi sifat dasar
manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia.
Seseorang yang mempunyai keterampilan berbahasa yang memadai akan lebih mudah
menyampaikan dan memahami informasi baik secara lisan maupun tulisan. Menurut
Harris (dalam Tarigan, 2008: 1)
Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa
adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya
(Tarigan, 2008: 86). Akan tetapi masalah yang terjadi di lapangan adalah tidak
semua siswa mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Oleh sebab itu, pembinaan
keterampilan berbicara harus dilakukan sedini mungkin. Keterampilan berbicara
harus dikuasai oleh setiap siswa karena keterampilan ini secara langsung
berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di sekolah. Keberhasilan belajar
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sangat ditentukan oleh penguasaan
kemampuan berbicara siswa. Siswa yang tidak mampu berbicara dengan baik dan
benar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di semua
mata pelajaran.
Manusia adalah makhluk
individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia
membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya (Gerungan, 2004). Hal ini berarti
bahwa manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Terdapat
kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi individu dalam berhubungan dengan
individu lain, Salah satunya adalah adanya kecemasan sosial. Menurut Hudaniah
(2006), kecemasan sosial adalah perasaan tak nyaman dalam kehadiran individu
lain, yang selalu disertai oleh perasaan malu yang ditandai dengan kejanggalan/
kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial. Salah
satu bentuk interaksi sosial yang biasanya berusaha dihindari oleh individu
adalah yang sering mendatangkan stress seperti berbicara di depan umum.
Berbicara di depan umum
dapat menimbulkan kecemasan karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia
memiliki kecenderungan terjadinya kecemasan. Kecemasan biasanya direfleksikan
lewat kata-kata berupa keluhan dan menunjukkan sikap pesimis. Menurut Sigmund
Freud dalam Urban (2007), apa yang sedang terjadi di dalam diri memiliki sebuah
cara untuk tergelincir keluar secara verbal. Kata-kata ini terkadang tidak
disadari akan memberi dampak negatif pada individu. Menurut Urban (2007),
gambaran yang dihadirkan kata-kata itu ke dalam kepala manusia akan memiliki
efek yang kuat terhadap cara berpikir dan berbicara. Kata-kata negatif tersebut
akan menjadikan individu semakin tidak percaya diri dan secara tidak langsung
membuat individu tidak berhasil melalui kegiatan tersebut. Ketakutan dan rasa
pesimis akan mendominasi pikiran individu karena kekhawatiran akan penilaian
individu lain.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan keterampilan
bicara dan kecemasan bicara
2. Bagaimana mengatasi kecemasan
berbicara pada peserta didik
3. Bagaimana strategi yang tepat untuk
mengatasi kecemasan bicara pada peserta didik.
1.3. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui hubungan keterampilan bicara dan kecemasan bicara
2.
Untuk
mengetahui bagaimana cara mengatasi kecemasan berbicara pada peserta didik
3.
Untuk
dapat mengetahui bagaimana cara menerapkan strategi untuk mengatasi kecemasan
berbicara pada peserta didik
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian Keterampilan
Berbicara
Berbicara
merupakan satu komponen menyampaikan pesan dan amanat secara lisan. Pembicara
melakukan enkode dan memiliki kode bahasa untuk menyampaikan pesan dan amanat.
Pesan dan amanat ini akan diterima oleh pendengar yang melakukan dekode atas
kode-kode yang dikirim dan memberikan interpretasi. Proses ini berlaku secara
timbal balik antara pembicara dan pendengar yang akan selalu berganti peran
dari peran pembicara menjadi peran pendengar, dan dari peran pendengar menjadi
peran pembicara.
Berbicara
berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang , atau
kelompok orang lain, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan
informasi atau motivasi) (Hendrikus, 1995:14)
Baca :
Daftar lagu anak yang akan segera punah, jika tidak dilestarikan
Lirik Lagu wajib Nasional yang menggugah perasaan
Serba-Serbi Negara Denmark
Samakah Republik Dominica dan Commonwealth Dominica?
Berbicara
adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain
(Djago Tarigan, 1998:12-13). Berbicara identik dengan penggunaan
bahasa secara lisan. Penggunaan bahasa secara lisan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung
adalah hal-hal sebagai berikut: (1) pelafalan, (2) intonasi, (3) pilihan
kata, (4) struktur kata dan kalimat, (5) sistematika pembicaraan, (6) isi
pembicaraan, (7) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan, serta (8)
penampilan (gerak-gerik), penguasaan diri.
2.2. Kecemasan Berbicara
Kecemasan berbicara adalah adanya rasa takut atau ragu yang
terjadi pada seseorang karena tidak memiliki kepercayaan diri dan mental yang
kurang siap. Kecemasan berbicara sering terjadi pada seseorang saat berpidato,
persentase di depan kelas, ataupun ketika kamu melakukan pertunjukan seperti
membaca puisi dan lain-lain.
Anxiety atau kecemasan
menurut Chaplin (2004) merupakan, (1) perasaan campuran berisikan ketakutan dan
keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut;
(2) Rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan; (3)
Kekhawatiran atau ketakutan yang kuat akan meluap-luap; (4) satu dorongan
sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari. Sundari (2005)
menyamakan antara kecemasan dan ketakutan. Ketakutan menurutnya merupakan
bagian dari kehidupan manusia. Kecemasan adalah suatu keadaan yang
menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan.
Sundari(2005) menyamakan kecemasan berbicara dengan
ketakutan. Ketakukan menurutnya merupakan bagian dari kehidupan manusia. Kecemasan
berbicara menurutnya adalah dimana keadaan yang menggoncangakan karana adanya
ancaman terhadap suatu hal. Berarti rasa ketakutan dan kecemasan itu adalah hal
yang sama namun seseorang yang merasakan kedua hal tersebut pastinya akan bisa
membedakan dimana dia sedang merasa ketakutan atau pun sedang merasakan
kecemasan berbicara.Karena situasi ketakutan dan kecemasan berbicara itu pasti
akan berbeda.
Kecemasan berbicara, mempunyai makna yaitu keterampilan menyampaikan
pesan melalui bahasa lisan seseorang yang telah dipengaruhi oleh rasa cemas
karena khawatir, takut dan gelisah (Tarigan,1998:80).
Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan
penyesuaian diri terhadap diri sendiri di dalam lingkungan pada umumnya.
Kecemasan timbul karena manifestasi perpaduan bermacam-macam proses emosi,
misalnya individu sedang mengalami frustrasi dan konflik. Kecemasan yang
disadari misalnya rasa berdosa. Kecemasan di luar kesadaran dan tidak jelas
misalnya takut yang sangat, tetapi tidak diketahui sebabnya lagi (Sundari,
2005).
Pewujudan
kecemasan dapat dilihat sebagai berikut ;
a.
Detak jantung yang cepat
b.
Telapak tangan atau punggung berkeringat.
c.
Nafas terengah-engah
d.
Mulut kering
e.
Ketegangan otot dada, tangan, leher dan kaki.
f.
Tangan atau kaki bergetar.
g.
Suara bergetar dan parau.
h.
Berbicara cepat dan tak jelas.
i.
Tidak sanggup mendengar atau tidak konsentrsi.
j.
Terkadang lupa apa yang mau disampaikan. ;
Menurut Psikolog, semua gejala ini adalah reaksi ilmiah. Artinya
semua orang dapat mengalami. Orang
mengalami kecemasan berbicara karena beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Ia tahu bagaimana memulai pembicaraan. Ia tidak dapat memperkirakan apa yang
diharapkan pendengar. Ia menghadapi sejumlah ketidakpastian.
2. Orang menderita kecemasan berbicara
karena ia tahu akan dinilai. Berhadapan dengan penilaian membuat orang
nervous.
3. Kecemasan berbicara dapat menimpa
bukan pemula, bahkan mungkin orang-orang yang terkenal sebagai
pembicara-pembicara yang baik. Ini terjadi bila pembicara berhadapan dengan
situasi yang asing dan ia tidak siap.
Macam-macam Kecemasan Berbicara di
Depan Umum
Sundari (2005) menjelaskan tiga
macam kecemasan, yaitu:
1. Kecemasan karena merasa berdosa atau
bersalah. Misalnya individu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati
nuraninya atau keyakinanya. Seorang pelajar/mahasiswa menyontek, pada waktu
pengawas ujian lewat di depannya berkeringat dingin, takut diketahui.
2. Kecemasan karena akibat melihat dan
mengetahui bahaya yang mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki
remnya macet, menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai
penyebabkan.
3. Kecemasan dalam bentuk yang kurang
jelas, apa yang ditakuti tidak seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/benda
yang tidak berbahaya. Rasa takut sebenarnya suatu perbuatan yang biasa/ wajar
kalau ada sesuatu yang ditakuti dan seimbang. Bila takut yang sangat luar biasa
dan tidak sesuai terhadap objek yang ditakuti, sebenarnya merupakan patologi
yang disebut phobia.
2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Berbicara
Orang
yang mengalami kecemasan berbicara dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
·
Ia
tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak tahu bagaimana untuk memulai
pembicaraan. Ia tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar. Ia
menghadapi sejumlah ketidakpastian atau ragu-ragu dalam menyampaikan presentasi
dan sebagainya. Untuk membantu kita dari hal ini, kita dapat melakukan latihan
seperti berbicara didepan cermin dan meminta bantuan kepada keluarga untuk
mendengarkan kita berbicara dan pengalaman juga sangat menentukan kita dalam
berbicara. Pengetahuan akan memberikan kepastian kepada kita untuk memulai,
melanjutkan, dan mengakhiri pembicaraan. Kita dapat memastikan, atau paling
tidak menduga reaksi pendengarnya.
·
Ia
tahu akan dinilai. Berhadapan dengan penilaian membuat orang nervous. Penilaian
dapat mengangkat dan menjatuhkan harga diri kita. Tetapi umumnya kita
memperhatikan yang kedua. Bagaimana bila kita dipermalukan orang? Semua
yang ditakutkan sebenarnya lebih banyak terdapat dalam diri kita dari pada
dalam kenyataannya. Seandainya kita gagal dalam berbicara seperti menyamapikan
pidato, persentasi, dan sebaginya harga diri kita tidak akan jatuh serendah
itu. Apalagi berdasarkan pengalaman, kegagalan itu hanya terjadi pada
percobaan-percobaan pertama saja dan itu akan dimaklumi oleh sipendengar,
tetapi itu hanya diawal kita memasuki sekolah atau kuliah seperti
memperkenalkan diri dan jika kita sudah mahir dalam berbicara didepan umum,
kita tidak akan cemas lagi untuk berbicara didepan umum asalkan kita selalu
berlatih dan terus berlatih.
·
Situasi
yang asing atau berbicara didepan orang baru yang tidak pernah kita temui.
Situasi ini dapat dialami orang yang baru akan memasuki pengalaman pertamanya dalam berbicara didepan
banyak orang, bahkan mungkin orang-orang yang terkenal sebagai pembicara-pembicara
yang baik.
·
Pengalaman
masa lalu yang membuat seseorang menjadi trauma, dan tidak ada rasa percaya
diri lagi untuk berbicara didepan umum (didepan orang banyak).
·
Statusnya
lebih rendah, yang dimaksud dengan status lebih rendah adalah pembicara
menyampaikan kepada sipendengar yang statusnya lebih tinggi. Misalnya yang
menjadi pembicara adalah anak SMA dan sipendengar adalah Bupati yang dimaksud
dalam ialah Ketika anak SMA tersebut mendapatkan nilai yang tertinggi dari anak
yang lainnya atau ia ikut serta dalam olimpaiade antar kabupaten dan ia meraih
juara pertama, ia berhak mendapatkan beasiswa berprestasi dari Bupati, disaat
itulah ia menyatakan rasa terimakasihnya terhadap Bupati dan memberikan kata
sambutan didepan orang banyak yang lebih tinggi statusnya dari si anak tersebut.
·
Takut
jika ada kata-kata yang salah saat berbicara didepan banyak orang,dan kita
takut akan dipermalukan dan ditertawakan oleh orang-orang banyak, atas
kesalahan kata yang kita perbuat. Padahal itu belum tentu terjadi, hanya karena
rasa takut kita yang berlebihan.
·
Seketika
kita sering kehilangan gagasan dan kita sudah bingung untuk merangakai
kata-kata yang ingin kita bicarakan.
Pengalaman masa lalu individu dapat menjadi
sumber kecemasan sewaktu berbicara di muka umum.
Adler dan Rodman (1991) menyebutkan dua
faktor penyebab kecemasan berbicara di muka umum, yaitu
pengalaman negatif di masa lalu dan pikiran tidak rasional.
a. Pengalaman
negatif masa lalu pada saat berbicara di muka umum dapat memunculkan kecemasan
kembali, jika individu harus melakukan hal yang sama di kemudian hari.
Misal, sering diejek jika berbicara di muka kelas oleh guru dan
teman-temannya merupakan pengalaman yang dapat menjadikan kecemasan berbicara
di muka umum
b. Pikiran
tidak rasional. Kecemasan berbicara
di muka umum muncul bukan karena peristiwa
tersebut yang menjadikan cemas, melainkan kepercayaan dan keyakinan diri yang
menjadi sumber kecemasan. Ellis (dalam Adler dan Rodman, 1991) mengidentifikasi
pikiran tidak rasional sebagai buah pikiran yang keliru, yaitu kegagalan
katastropik, kesempurnaan, persetujuan dan generalisasi tidak tepat. 1)
Kegagalan katastropik berawal dari praduga terhadap situasi buruk yang akan
mengancam dirinya, sehingga mengakibatkan kecemasan dan perasaan tidak mampu,
2) Kesempurnaan menjadi tujuan individu berpotensi melahirkan kecemasan, jika
yang bersangkutan tidak mampu mewujudkan tujuan tersebut, 3) Persetujuan
adalah keyakinan individu untuk selalu mendapat persetujuan dari
seluruh pendengar. 4) Generalisasi yang tidak tepat atau generalisasi
berlebihan, yaitu pengambilan kesimpulan yang tidak berdasarkan fakta-fakta
obyektif dan hanya menekankan pada pengalaman subyektif.
Kecemasan pada situasi komunikasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, Croskey mengedepankan empat faktor yang
menimbulkan kecemasan individu dalam situasi komunikasi (Devito dalam Aryuni,
2007), antara lain adalah:
1. Kurangnya keahlian dan pengalaman
dalam komunikasi. Ketika individu kurang atau bahkan tidak memilki kemampuan
dan pengalaman dalam berkomunikasi maka individu akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi, sehingga mengakibatkan timbulnya kecemasan.
2. Evaluasi. Keadaan komunikasi dimana
individu diberikan penilaian atau evaluasi dari proses komunikasinya tersebut
akan cenderung menimbulkan perasaan cemas pada individu.
3. Jumlah kelompok. Individu akan
merasakan kecemasan yang lebih besar ketika ia berbicara pada kelompok yang
lebih besar dibandingkan kelompok yang lebih kecil.
4. Keberhasilan dan kegagalan
sebelumnya. Kecemasan berkomunikasi timbul karena adanya pengaruh dari hal-hal
yang terjadi di masa lalu berkaitan dengan situasi komunikasi. Keberhasilan
individu dalan situasi komunikasi akan mengurangi kecemasan pada individu,
sebaliknya kegagalan dalam situasi komunikasi akan meningkatkan kecemasan individu
dalam berkomunikasi.
2.4.
Cara Mengatasi Kecemasan Berbicara
Ada dua metode Pengendalian
kecemasan berbicara ;
a.
Metode jangka panjang, yakni ketika kita
secara berangsur-angsur mengembangkan keterampilan mengendalikan kecemasan
berbicara dengan tiga sebab yaitu: kurangnya pengetahuan tentang retorika,
tidak adanya pengalaman dalam berpidato, dan sedikit atau tidak ada persiapan.
b.
Metode jangka pendek, yakni ketika kita harus segera mengendalikan
keterampilan berbicara pada waktu menyampaikan pidato. Salah satu kondisi yang
sering membuat cemas berbicara adalah berpidato. 3 prinsip penyampaian pidato,
yaitu ;
1.
Pelihara kontak visual dan kontak mata dengan pendengar.
2.
Gunakan lambang-lambang auditif, atau usahakan agar suara anda
memberikan makna.
3.
Berbicaralah dengan seluruh kepribadian anda.
Seseorang yang mengalami kecemasan berbicara saat di depan
umun(banyak orang), terkadang merasa kesal sendiri. Seseorang bisa mencoba
dengan hal-hal yang sederhana, dan jika ingin segera berhasil kamu harus sering
melatihnya, yaitu dengan cara:
·
Mulailah
sesuatu dengan berdoa, dan coba menarik nafas dengan tenang dan keluarkan dari
mulut secara perlahan,Dan usahan kita tidak tergesa-gesa saat menarik nafas,
buat diri kita tenang (rileks)terlebih dahulu. Dan harus kita pastikan bahwa
audiens tidak melihat bahwa ada rasa grogi di wajah kita.
·
Ketika
kita sedang berbicara didepan banyak orang jangan terlalu terburu-buru, buat
jeda beberapa saat sebelum berbicara, agar kita bisa merasa lebih tenang.
·
Jika
ingin berbicara didepan banyak orang,
kita harus menyiapkan materi kita secara matang, agar semuanya bisa berjalan
dengan baik.
·
Usahakan
kita jangan terlalau fokus oleh penampilan, kita harus lebih terfokus dengan
apa yang akan kita bicarakan, itu sebabnya kita harus mengedepankan komunikasi
kita dengan audiens,pastikan komunikasi kita dengan audiens lancar dan tidak
terbebani dengan penampilan kita, harus percaya diri dengan tampilan kita saat
didepan banyak orang.
·
Kita
sebagai pembicara jangan terus berusaha untuk menghafal apa yang kita
bicarakan, yang harus kita usahakan adalah inti dari tema yang ingin kita
bicarakan, dan kita tinggal mengembangkannya dengan kata-kata kita sendiri, dan
jangan lari dari tema yang ingin kita bicarakan. Karena jika kita menghafal
keseluruhan yang ingin kita bicarakan itu akan membuat audiens merasa kalau
kita hanya terfokus dengan hafalan kita saja, sedangkan kita berbicara di depan
umum, dan itu sama saja kalau kita tidak bisa melihat ekspresi dari audiens,
karena kita telalu sibuk dengan hafalan kita. Dan jika kita terus menghafal,
justru malah akan membebani pikiran kita.
·
Dan
kita bisa menggunakan alat-alat bantu di sekitar kita untuk menghilangkan
kecemasan berbicara, misalnya kita bisa menggunakan sapu tangan, hanphone,
kertas catatan kita dan lain-lain.
·
Buat
diri kita selalu merasa bercaya diri dan selalu yakin bahwa apa yang kita
sampaikan adalah suatu informasi bagus dan berkualitas, agar rasa itu tumbuh
dalam diri kita tentunya kita harus membuat persiapan dengan baik saat kita
ingin berbicara di depan umum(banyak orang).
·
Bagi
kita yang ahli untuk membuat lelucon, kita bisa mencobanya saat pembukaan ingin berbicara, kita bisa memancing audiens
dengan mengajukan pertanyaan yang lucu, yang akan membuat reaksi audiens akan
merasa senang, karena mereka merasa bahwa kita sebagai pembicara memusatkan
perhatian kita pada mereka.Dan kita sudah pasti membuat pendengar merasa
senang, dan kita bisa memulai berbicara dengan lebih rileks, karena sebelumnya
kita sudah memulai pembukaan acara dengan keseruan. Dan itu akan membuat
pembicara dan pendengar akan lebih santai lagi, dan terkhusus kita sebagai
pembicara akan tidak terlalu cemas lagi.
2.5.
Upaya meningkatkan
keterampilan Berbicara Pada Peserta Didik
Ellis (lewat Numan,
1991: 46) mengemukakan adanya tiga cara untuk mengembangkan secara vertikal
dalam meningkatkan kemampuan berbicara:
1. Menirukan
pembicaraan orang lain.
2. Mengembangkan
bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai.
3. Mendekatkan
dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri yang belum benar dan ujaran
orang dewasa yang sudah benar.
Upaya untuk meningkatkan keterampilan
berbicara bahasa Indonesia di sekolah, dapat dilaksanakan
program sebagai berikut :
Siswa
sangat membutuhkan suatu model guru yang dalam berbicara menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Guru hendaknya memberikan contoh
konkret dengan keteladanan dalam berbahasa. Agar siswa dapat
menirukan dan melafalkan kata atau
kalimat dengan tepat sesuai kaidah yang berlaku.
2. Menerapkan pembelajaran dengan
pendekatan Modeling The Way
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada keterampilan berbicara
bahasa Indonesia perlu menerapkan
pendekatan Modeling The Way (membuat contoh praktik). Strategi
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan keterampilan
berbicara bahasa Indonesia melalui demonstrasi, dari hasil
demonstrasi ini kemudian diterapkan dalam keseharian di sekolah, yaitu siswa dibagi
dalam beberapa kelompok kecil, identifikasi beberapa situasi umum yang biasa
siswa lakukan di ruang kelas dan luar kelas dalam berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar, kemudian
siswa mendemonstrasikan satu persatu dalam berbicara bahasa Indonesia.
Walaupun pelaksanaannya di luar kegiatan belajar mengajar tetapi guru harus mengadakan penilaian
keterampilan berbicara pada kesehariannya. Penilaian ini akan
menjadi motivasi bagi siswa untuk berusaha
mempraktikkannya baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Dengan demikian siswa termotivasi untuk
melakukan perbuatan yang sama bahkan
berusaha meningkatkannya.
Program sehari berbahasa di tiap sekolah
merupakan kondisi eksternal yang efektif untuk mempraktikkan
keterampilan berbahasa.
2.6. Strategi pembelajaran yang digunakan dalam upaya
meningkatkan keterampilan Berbicara Pada Peserta
Didik
a) Strategi
Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berpikir
Kesempatan
yang baik untuk mengembangkan keterampilan berbicara ialah pada tahap publikasi
dalam proses menulis. Banyak anak yang senang mengubah karangannya dalam bentuk
drama pendek yang diperankan dikelas. Sedangkan untuk meningkatkan keterampilan
bepikir anak-anak ialah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepada
mereka.
Keterampilan
berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-murid memperoleh kesempatan
untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain dalam
kesempatan-kesempatan yang bersifat informal.
b) Berpartisipasi
dalam Diskusi
Diskusi
kelompok merupakan teknik yang paling sering digunakan sebagai teknik
pengembangan bahasa lisan yang menuntut kemampuan murid untuk membuat
generalisasi dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai suatu topik atau
permasalahan.
c) Strategi
pembelajaran berbahasa lisan dan penerapannya melaui kegiatan bercerita
dan dramatisasi kreatif
Berbicara
merupakan keterampilan berbahasa lisan yang amat fungsional dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan berbicara kita dapat memperoleh dan menyampaikan informasi.
Oleh sebab itu, setiap orang, lebih-lebih siswa, dituntut keterampilannya untuk
mampu berbicara dengan baik.
Guru yang berpengalaman
dan kreatif rasanya tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih strategi yang
tepat untuk melaksanakan tugas itu. Agar strategi yang dipilih dan diterapkan
dapat mencapai sasarannya perlu diperhatikan beberapa prinsip yang melandasi
pembelajaran berbahasa lisan seperti berikut :
1.
Pengajaran keterampilan berbahasa lisan
harus mempunyai tujuan yang jelas yang diketahui oleh guru dan siswa.
2.
Pengajaran keterampilan berbahasa lisan
disusun dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, sesuai dengan tingkat
perkembangan bahasa siswa.
3.
Pengajaran keterampilan berbahasa lisan
harus mampu menumbuhkan partisipasi aktif terbuka pada diri siswa.
4.
Pengajaran keterampilan berbahasa lisan
harus benar-benar mengajar bukan menguji. Artinya, skor yang diperoleh siswa
harus dipandang sebagai balikan bagi guru.
Agar pembelajaran
berbahasa lisan memperoleh hasil yang baik, strategi pembelajaran yang
digunakan guru harus memenuhi kriteria berikut :
1. Relevan
dengan tujuan pembelajaran.
2. Menantang
dan merangsang siswa untuk belajar.
3. Mengembangkan
kreativitas siswa secara individual ataupun kelompok.
4. Memudahkan
siswa memahami materi pelajaran.
5. Mengarahkan
aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
6. Mudah
diterapkan dan tidak menuntut disediakannya peralatan yang rumit.
7. Menciptakan suasana
belajar-mengajar yang menyenangkan.
Beberapa strategi
pembelajaran berbahasa lisan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) :
1. Menjawab
pertanyaan
Latihan
menjawab pertanyaan secara lisan berdasarkan bahan simakan sangat menunjang
pengembangan keterampilan berbahasa lisan siswa. Ada lima pertanyaan yang perlu
disajikan guru, yaitu (a) siapa yang berbicara, (b) apa yang dibicarakan, (c)
mengapa hal itu dibicarakan, (d) dimana hal itu dibicarakan, dan (e) bila hal
itu dibicarakan. Dengan demikian, guru harus pandai memilih bahan simakan yang
sesuai misalnya, dongeng atau cerita anak, sehingga kelima pertanyaan itu dapat
diajukan.
2. Bermain
tebak-tebakan
Bermain
tebak-tebakan dapat kita laksanakan dengan berbagai cara. Cara yang sederhana,
guru mendeskripsikan secara lisan suatu bendatanpa menyebutkan nama bendanya.
Tugas siswa menerka nama benda itu.
3. Memberi
petunjuk
Memberi
petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau
letak suatu tempat, memerlukan sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas,
singkat, dan tepat. Siswa yang sering berlatih akan mendapat kesempatan yang
luas untuk berlatih member petunjuk.
4. Identifikasi
kalimat topik
Guru membacakan sebuah
paragraph siswa menuliskan kalimat topiknya.
5. Main
peran
Main
peran adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan. Tujuannya adalah
(a) melatih siswa untuk menghadapi situasi yang sebenarnya, (b) melatih praktik
berbahasa lisan secara intensif, dan (c) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan kemampuannya berkomunikasi.
Dalam
bermain peran, siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa seperti orang yang
diperankannya. Dari segi bahasa berarti siswa harus mengenal dan dapat
menggunakan ragam-ragam bahasa yang sesuai.
6. Bercerita
Bercerita
menuntun siswa menjadi pembicara yang baik dan kreatif. Dengan bercerita siswa
dilatih untuk berbicara jelas dengan intonasi yang tepat, menguasai pendengar,
dan untuk berperilaku menarik.
Kegiatan
bercerita harus dirancang dengan baik. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, jauh
sebelumnya guru sudah meminta siswa untuk memilih cerita yang menarik. Setelah
itu siswa diminta menghafalkan jalan cerita agar nanti pada pelaksanaannya,
yaitu bercerita dihadapan pendengarnya, tidak mengalami kesulitan.
7. Dramatisasi
Dramatisasi
atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon atau cerita. Biasanya
cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa terlebih dahulu
harus mempersiapkan naskah atau skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain
drama lebih kompleks daripada bermain peran. Melalui dramatisasi, siswa dilatih
untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengajaran keterampilan berbahasa lisan akan membawa hasil
yang memuaskan apabila dilandasi dengan tujuan yang jelas, materi yang disusun
secara sistematis, dan mampu menumbuhkan partisipasi aktif terbuka pada diri
siswa serta kegiatan pembelajaran bukan pengujian.
Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila
murid-murid memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami
kepada orang lain dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal.
Kecemasan terjadi
karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri
di dalam lingkungan pada umumnya. Kecemasan timbul karena manifestasi perpaduan
bermacam-macam proses emosi, misalnya individu sedang mengalami frustrasi dan
konflik. Kecemasan yang disadari misalnya rasa berdosa. Kecemasan di luar
kesadaran dan tidak jelas misalnya takut yang sangat, tetapi tidak diketahui
sebabnya lagi
DAFTAR
PUSTAKA
Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran
Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Ahmad, Darmiyati Zuhdi. 1998/1999. Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktoret Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru
Sekolah Dasar.
Rakhmat, Jalaluddin. 1992. ”Retorika
Modern ; Pendekatan Praktis”. Bandung ;
Rosda Karya.
Tarigan, H.G. 1980. ”Teknik
Pengajaran Keterampilan Berbahasa”.
Bandung ;
Angkasa
http://kuliahpgsdbjm2010.blogspot.co.id/2015/01/upaya-meningkatkan-keterampilan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar